Artist : Tita Rubi
Tahun dibuat : 2014
Media : Gold Plated Nutmegs, Stainless Steel, Burned Wood, Gold Sheet Plated Book.
Ukuran : 260 x 125 x 125 cm
Lokasi foto ini di ambil : Salian Art, Bandung, Indonesia.
Sumber foto : Koleksi pribadi
Kesan yang saya rasakan ketika melihat seni instalasi ini adalah sebuah kemegahan, mungkin disebabkan oleh warna emas yang mendominasi. Namun pada saat yang bersamaan terdapat perasaan dingin jika melihat bagian tangannya yang gelap. Tangan mengangkat ke atas seperti ingin menyumpah?, memukul? atau memperlihatkan buku yang berharga baginya, kenapa terasa berharga karena cover dari buku itu sendiri dilapisi oleh emas, sama juga dengan pakaian yang ia kenakan.
Secara awam jika melihat keseluruhan instalasi ini dengan tongkat, jubah dan buku mungkin pengunjung akan menyangkanya sebagai penyihir sampai mengetahui media yang digunakan untuk membuatnya. Tongkat bisa berarti apa saja, sebagai penyangga tubuh atau sebagai bukti kepemimpinan, atau juga kekuasaan. yang menarik lainnya adalah caption untuk penjelasan artwork ini disimpan dibawah, entah sengaja atau tidak namun orang-orang yang membacanya harus menunduk, seolah berada dibawah kekusaan sang pemegang tongkat.
- - - - - - - Meaning And Intention - - - - - -
Karya ini memiliki pesan yang sangat jelas, dari segi pemilihan warna Tita Rubi memilih warna yang sangat kontras yaitu emas dan hitam. Emas sebagai simbol gemilang dan hitam adalah bagian yang kelam. Warna hitam juga sering diidentikan dengan masa lalu. Biji pala yang digunakan sebagai media utamanya mengingatkan kita kembali pada masa lalu Indonesia, Indonesia pernah menjadi negeri yang terkenal dan kaya akan rempah-rempah. Pada masa itu pala dianggap sangat berharga hingga hampir bisa dibilang setara dengan emas. Halucinogenic berarti halusinasi yang diakibatkan oleh drugs atau obat-obatan yang dalam hal ini yaitu pala. Keinginan orang eropa yang semula berawal dari sebuah expedisi mencari rempah-rempah untuk menguntungkan perdagangan berubah menjadi niat buruk dan keserakahan untuk melakukan penjajahan. Kini kejayaan indonesia pada itu juga hangus, bahkan sudah jarang menjadi perbincangan, terlupakan oleh jaman.
Ini hanya perkiraan saya, kemungkinan besar kayu hangus yang digenggam menjadi simbol kelam kekuasaan bangsa eropa di indonesia. Pala yang di sulap menjadi emas dan jubah adalah halusinasi bangsa eropa saat itu, halusinasi itu seperti jubah melekat dan menjadi hal yang menutupi mereka dari kepala hingga seluruh tubuhnya, bisa juga seperti jubah emas yang dipakai membuat memakainya menjadi terbakar atau memiliki hasrat yang buruk.
Buku yang sedang dipegang dapat berarti macam-macam, bisa buku catatan para pendatang atau sumber ilmu pengetahuan. Namun jika menelaah karya instalasi serupa karya Tita Rubi yang berjudul "Imago Mundi" maka kemungkinan arti dari buku ini adalah buku yang mengisahkan tentang pelayaran Marcopolo, buku ini telah menjadi semacam pegangan atau panduan bagi pelaut-pelaut eropa untuk berlayar ke negri timur.
- - - - - - - Composition - - - - - -
Hallucinogenic adalah karya instalasi menyerupai seseorang yang sedang memakai jubah, bertangan hitam, memegang tongkat disebelah kiri dan buku yang di angkat disebelah kanan. komposisi yang digunakan adalah komposisi simetris, Tita Rubi menggunakan bentuknya yang bengkok dan miring untuk membuat komposisi seimbang dengan sisi disebelah kanan yang di bentuk oleh tangan dan buku.
Biji pala yang dilapisi warna emas disusun dengan kerapatan yang pas membentuk sebuah jubah yang indah.
- - - - - - - - Element and Principal of Art - - - - - - - - - -
Colour : Tita Rubi menggunakan warna emas dan hitam untuk memberikan kontras yang jelas antara kejayaan masa lalu dan sesuatu yang kelam.
Form : Pala yang telah dilapisi oleh emas dan dibentuk menjadi jubah yang mendominasi instalasi. kayu yang telah dibakar dahulu sebelumnya lalu dipahat berbentuk tangan dan diposisikan yang satu memegang buku dan yang lainnya memegang tongkat diposisikan dibawah dada.
- - - - - -- - Qualities of the Artwork - - - - - - - -
Saya akan mengatakan Artwork ini adalah karya yang luar biasa, dari segi pesan, karya ini mengingatkan kita pada sejarah bangsa indonesia yang kelam, dan kini bahkan terlupakan, seolah terlepas dari identitas bangsa. Dari segi teknik dapat dibayangkan betapa rumitnya untuk melapisi biji pala dengan warna emas lalu dibentuk menjadi sebuah jubah. dari hasil reasearch yang saya lakukan untuk menumukan teknik yang pas Tita Rubi melalui berbagai kesulitan hingga menemukan sebuah penelitian tentang penempelan bubuk metal pada bahan yang bukan logam, ia melakukan teknik ini dan mengikatnya dengan tembaga yang berfungsi menyatukan dan menebalkan untuk mendapatkan tekstur yang lebih kuat. dari
www.sarasvati.co.id Tita Rubi mengatakan "kemudian saya lapisi dengan nikel, kemudian ke kuningan supaya menghemat emas. baru setelah itu di-coating dengan emas. Di sinilah proses isolator menjadi konduktor." bahkan dalam web itu pula dikatakan proses ini membutuhkan waktu 8-12 jam untuk masing-masing pala yang dijadikannya butiran emas. Semua proses rumit ini terlihat dilakukan dengan hati-hati dan sangat baik yang menjadikannya sebuah karya seni yang sekali lagi sangat luar biasa.
- - - - - Context - - - -
Titarubi lahir di Bandung, Indonesia, pada tahun
1968. Dia memperoleh pendidikan seni keramik dari Jurusan Seni Murni,
Fakultas Seni Rupa dan Desain, Institut Teknologi Bandung. Karirnya
sebagai seniman sudah dimulai sejak 1988. Dia kini tinggal dan bekerja
di Yogyakarta, Indonesia.
Titarubi berkarya dengan beragam media dan karya-karyanya mengambil
beragam bentuk — patung, instalasi, performance art, happening art,
lukisan, grafis, dsb. Dia juga beberapa kali berkolaborasi dengan
seniman musik, teater, tari dan film. Isu-isu yang menarik perhatiannya
adalah tubuh, identitas, gender, ingatan, dan kolonialisme.
Karya-karyanya telah dikoleksi dan dipamerkan di Asia dan Eropa,
termasuk di antaranya Singapore Biennale, ZKM Center for Art and Media
(Karlsruhe, Jerman), Museum and Art Gallery of the Northern Territory
(Darwin, Australia), Busan Biennale Sculpture Project, MACRO (Museo
d’Arte Contemporanea di Roma, Itali), dan Singapore Art Museum.
Di luar aktivitas berkeseniannya, Titarubi pernah aktif dalam gerakan
pembebasan dan peningkatan kesejahteraan tahanan dan aktivis politik
Orde Baru, aktivitas tanggap bencana di Indonesia dengan mendirikan
Studio Biru pada tahun 2006, ketika Yogyakarta mengalami gempa, dan juga
gerakan anti-sensor. Dia menjadi salah satu pendiri dan terlibat aktif
dalam Indonesia Contemporary Art Network (iCAN) — organisasi yang mendorong pendidikan publik dan kerja lintas-disiplin dalam seni rupa dan, baru-baru ini, Forum Rempah — forum pengkaji sejarah rempah dan budaya kepulauan Indonesia.
Context ini diambil dari : http://titarubi.com/biography/